SEJARAH DAN SILSILAH KEMAHARAJAAN SUNDA NUSANTARA
(Bagian-3)
3. Ratu Dewata (1535 – 1534)
Surawisesa digantikan oleh puteranya, Ratu Dewata.
Berbeda dengan Surawisesa yang dikenal sebagai panglima perang yang
perwira, perkasa dan pemberani, Ratu Dewata sangat alim dan taat kepada
agama. Ia melakukan upacara sunatan (adat khitan pra-Islam) dan
melakukan tapa pwah-susu, hanya makan buah-buahan dan minum susu.
Menurut istilah sekarang ”vegetarian”.
Menurut Carita Parahiyangan, pada masa pemerintahan
Ratu Dewata ini terjadi serangan mendadak ke Ibukota Pakuan dan musuh
“tambuh sangkane” (tidak dikenal asal-usulnya). Ratu Dewata masih
beruntung karena memiliki para perwira yang pernah mendampingi ayahnya
dalam 15 kali pertempuran. Sebagai veteran perang, para perwira ini
masih mampu menghadapi sergapan musuh. Di samping itu, ketangguhan
benteng Pakuan peninggalan Sri Baduga menyebabkan serangan kilat ini
tidak mampu menembus gerbang Pakuan, tetapi dua orang senapati Pajajaran
gugur, yaitu Tohaan Ratu Sangiang dan Tohaan Sarendet. Kokohnya benteng
Pakuan merupakan jasa Rakeyan Banga yang pada tahun 739 M menjadi raja
di Pakuan. Beliau berhasil setelah berjuang selama 20 tahun dan
keberhasilannya itu di awali dengan pembuatan parit pertahanan kota.
Kemudian keadaan Pakuan ini diperluas pada jaman Sri Baduga, seperti
yang diceritakan pada Pustaka Nagara Kretabhuni I/2 sebagai berikut
(artinya saja):
"Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu
membangun telaga besar yang bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang
menuju ke ibukota Pakuan dan jalan ke Wanagiri, memperteguh kedatuan,
memberikan desa (perdikan) kepada semua pendeta dan pengiringnya untuk
menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat.
Kemudian membuat kaputren (tempat isteri-isteri-nya), kesatrian (asrama
prajurit), satuan-satuan tempat (pageralaran), tempat-tempat hiburan,
memperkuat angkatan perang, memungut upeti dari raja-raja bawahan dan
kepala-kepala desa dan menyusun Undang-undang Kerajaan Pajajaran".
Gagal merebut benteng kota, pasukan penyerbu ini
dengan cepat bergerak ke utara dan menghancurkan pusat-pusat keagamaan
di Sumedang, Ciranjang dan Jayagiri yang dalam jaman Sri Baduga
merupakan desa kawikuan yang dilindungi oleh negara.
Sikap Ratu Dewata yang alim dan rajin bertapa,
menurut norma kehidupan jaman itu tidak tepat karena raja harus
“memerintah dengan baik”. Tapa-brata seperti yang dilakukannya itu hanya
boleh dilakukan setelah turun tahta dan menempuh kehidupan
manurajasuniya seperti yang telah dilakukan oleh Wastu Kancana. Karena
itulah Ratu Dewata dicela oleh penulis Carita Parahiyangan dengan
sindiran (kepada para pembaca).
“Nya iyatna-yatna sang kawuri, haywa ta sira kabalik pupuasaan”
(Maka berhati-hatilan yang kemudian, janganlah engkau berpura-pura rajin puasa).
Rupa-rupanya penulis kisah kuno itu melihat bahwa
kealiman Ratu Dewata itu disebabkan karena ia tidak berani menghadapi
kenyataan. Penulis kemudian berkomentar pendek “Samangkana ta precinta” (begitulah jaman susah).
4. Ratu Sakti (1543 – 1551)
Raja Pajajaran keempat adalah Ratu Sakti. Untuk
mengatasi keadaan yang ditinggalkan Ratu Dewata yang bertindak serba
alim, ia bersikap keras bahkan akhirnya kejam dan lalim. Dengan pendek
Carita Parahiyangan melukiskan raja ini. ”Banyak rakyat dihukum mati
tanpa diteliti lebih dahulu salah tidaknya. Harta benda rakyat dirampas
untuk kepentingan keraton tanpa rasa malu sama sekali”.
Kemudian raja ini melakukan pelanggaran, yaitu mengawini “estri larangan ti kaluaran” (wanita pengungsi yang sudah bertunangan).
Masih ditambah lagi dengan berbuat skandal terhadap ibu tirinya yaitu
bekas para selir ayahnya. Karena itu ia diturunkan dari tahta kerajaan.
5. Ratu Nilakendra (1551 – 1567)
Nilakendra atau Tohaan di Majaya naik tahta sebagai
penguasa Pajajaran yang kelima. Pada saat itu situasi kenegaraan sudah
tidak menentu dan rasa frustasi telah melanda segala lapisan masyarakat.
Carita Parahiyangan memberitakan sikap petani “Wong huma darpa
mamangan, tan igar yan tan pepelakan” (Petani menjadi serakah akan
makanan, tidak merasa senang bila tidak bertanam sesuatu). Ini merupakan berita tidak langsung, bahwa kelaparan telah berjangkit.
Prabu Nilakendra tidak perduli pada situasi ini,
dia lebih suka berfoya-foya dan dan mengadakan pesta pora makanan enak,
seperti diceritakan dalam Carita Parahyangan:
“Lawasnya ratu kampa kalayan pangan, tatan agama gyan kewaliya mamangan sadrasa nu surup ka sangkan beunghar”.
(Karena terlalu lama raja tergoda oleh makanan,
tiada ilmu yang disenanginya kecuali perihal makanan lezat yang layak
dengan tingkat kekayaan).
Prabu Nilakendra juga tidak perduli untuk membangun
pertahanan kerajaannya, malah memperindah keraton, membangun taman
dengan jalur-jalur berbatu (“dibalay”) mengapit gerbang larangan.
Kemudian membangun “rumah keramat” (bale bobot) sebanyak 17 baris yang
ditulisi bermacam-macam kisah dengan emas. Beliau beserta para
pembesarnya memperdalam aliran keagamaan Tantra. Aliran ini mengutamakan
mantera-mantera yang terus menerus diucapkan sampai kadang-kadang orang
yang bersangkutan merasa bebas dari keadaan di sekitarnya. Mengenai
musuh yang harus dihadapinya, ia membuat sebuah “bendera keramat”
(“ngibuda Sanghiyang Panji”). Bendera inilah yang diandalkannya menolak
musuh.
Kondisi kerajaan yang tak menentu dan melihat
penderitaan rakyat Pajajaran, menyebabkan penguasa Banten ketika itu,
Sultan Maulana Hasanuddin (putra Syarief Hidayatullah atau masih buyut
dari Sri Baduga Prabu Siliwangi) memutuskan untuk mengambil alih
kerajaan Pajajaran. Serangan Banten terjadi melibatkan Sultan Maulana Hasanuddin dan putranya Maulana Yusuf. Akhirnya nasib Nilakendra dikisahkan “alah prangrang, maka tan nitih ring kadatwan” (kalah perang, maka ia tidak tinggal di keraton).
Peristiwa kekalahan Nilakendra ini terjadi ketika
Syarief Hidayatullah masih hidup. Demikianlah, sejak saat itu ibukota
Pakuan telah ditinggalkan oleh raja dan dikuasai oleh kesultanan Banten.
6. Raga Mulya (1567 – 1579)
Raja Pajajaran yang terakhir adalah Nusya Mulya
(menurut Carita Parahiyangan). Dalam naskah-naskah Wangsakerta ia
disebut Raga Mulya alias Prabu Suryakancana. Raja ini tidak berkedudukan
di Pakuan, tetapi di Pulasari, Pandeglang. Oleh karena itu, ia disebut
Pucuk Umun (=Panembahan) Pulasari. Walaupun hanya menguasai wilayah
kecil saja, namun prabu Raga Mulya masih dapat bertahan selama 12 tahun
di wilayah sekitar Pandeglang, sebelum akhirnya diserang kembali oleh
kesultanan Banten pimpinan Sultan Maulana Yusuf.
Sejarah Banten memberitakan keberangkatan pasukan Banten ketika akan melakukan penyerangan dalam pupuh Kinanti (artinya saja):
“Waktu keberangkatan itu terjadi bulan Muharam
tepat pada awal bulan hari Ahad tahun Alif inilah tahun Sakanya satu
lima kosong satu”.
Walaupun tahun Alief baru digunakan oleh Sultan
Agung Mataram dalam tahun 1633 M, namun dengan perhitungan mundur, tahun
kejatuhan Pakuan 1579 itu memang akan jatuh pada tahun Alif. Yang
keliru hanyalah hari, sebab dalam periode itu, tanggal satu Muharam
tahun Alif akan jatuh pada hari Sabtu.
Menurut Pustaka Nusantara III/1 dan Kretabhumi I/2 :
“Pajajaran sirna ing ekadaca cuklapaksa Weshakamasa sewu limang atus punjul siki ikang Cakakala”.
(Pajajaran lenyap pada tanggal 11 bagian terang
bulan Wesaka tahun 1501 Saka). Kira-kira jatuh pada tanggal 8 Mei 1579
M. Sisa-sisa pengawal istana Pakuan selanjutnya menjadi cikal bakal
penduduk Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Naskah Banten memberitakan, bahwa benteng Pakuan
baru dapat dibobol setelah terjadi “penghianatan”. Komandan kawal
benteng Pakuan merasa sakit hati karena “tidak memperoleh kenaikan
pangkat”. Ia adalah saudara Ki Jongjo, seorang kepercayaan Panembahan
Yusuf. Tengah malam, Ki Jongjo bersama pasukan khusus menyelinap ke
dalam kota setelah pintu benteng terlebih dahulu dibukakan saudaranya
itu.
Dan berakhirlah jaman Pajajaran (1482 – 1579). Itu ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana,
tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan ke Surasowan di
Banten oleh pasukan Sultan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20
cm itu terpaksa di boyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu
“mengharuskan” demikian. Pertama, dengan diboyongnya Palangka tersebut,
maka resmilah Sultan Maulana Yusuf menjadi penerus kekuasaan Pajajaran yang “sah”, karena beliau juga adalah cicit dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.
KESULTANAN BANTEN DAN SUNDA NUSANTARA
Setelah Kerajaan Pajajaran berakhir, maka
selanjutnya Kesultanan Banten dibawah Sultan Maulana Yusuf memegang
tampuk kekuasaan di wilayah Banten, dan Pajajaran. Pada awalnya Banten
merupakan wilayah bawahan Kesultanan Cirebon. Namun setelah wafatnya
Syarief Hidayatullah (1568 M), Banten memisahkan diri dari Cirebon. Pada
tahun 1570, Sultan Maulana Yusuf resmi dinobatkan sebagai Sultan Banten
menggantikan ayahnya Sultan Maulana Hasanuddin, dan Banten resmi
menjadi kerajaan merdeka bertepatan dengan wafatnya Fadillah Khan
(Fatahillah), Sultan Cirebon pengganti Syarief Hidayatullah (Sunan
Gunung Jati).
Kesultanan Banten merupakan pewaris ”sah” dari Kerajaan Sunda Nusantara, penerus dari Maharaja Purnawarman, raja Tarumanagara, yang wilayah kekuasaannya mendunia.
Berikut adalah silsilah raja-raja di Kesultanan Banten:
1. SRI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN SYARIEF HIDAYATULLAH AL MISRI (SUNAN
GUNUNG JATI/JATI PURBA) (1513-1552). Beliau adalah raja kesultanan
Cirebon yang melepaskan diri (merdeka) dari kerajaan Pakuan Pajajaran
setelah Sri Baduga Prabu Siliwangi wafat tahun 1513. Beliau adalah CUCU
SRI BADUGA MAHARAJA PRABU SILIWANGI, dari putrinya, NYAI RATU RARA
SANTANG, setelah menikah dengan RAJA MESIR SYARIEF ABDULAH AL-MISRI
(Keturunan RASULULLAH SAW ke-22). MENIKAH DENGAN KANJENG GUSTI RATU
PREMBAYUN (PUTERI TERTUA MAHARAJA KESULTANAN DEMAK, SULTAN FATAH/ PUTERA
TERTUA dari RAJA MAJAPAHIT, PRABU BRAWIJAYA V). Wilayah kekuasaanya
mencakup wilayah Cirebon, serta Banten dan Sunda Kalapa, setelah kedua
wilayah tersebut direbut dari kerajaan Pakuan Pajajaran.
2. SRI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN SYARIEF MAULANA HASANUDIN AL MISRI/
MAULANA SABA KIN-KING (1552-1570). Pada masa pemerintahan beliau, Ibu
kota dipindahkan dari Charuban(Cirebon) ke Taruma Nagara (Sunda Kelapa).
3. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN SYARIEF MAULANA YUSUF AL MISRI (1570-1580). Pada
tahun 1579, beliau menjadi penerus kekuasaan Pakuan Pajajaran yang sah,
ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk
kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan ke Istana Surasowan di Banten.
4. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN SYARIEF MAULANA MUHAMMAD AL MISRI (1580-1596).
5. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN ABUL MAFACHIR RACHMATULLAH AL MISRI (1596-1640).
6. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SUSUHUNAN ABUL MA’ALI ACHMAD RACHMATULLAH AL MISRI/ KYAI AGENG TIRTAYASA (1640-1651).
7. SRI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA KANJENG SULTAN AGUNG ABUL TATGHI ABDUL FATAH AL
MISRI/ SULTAN WANGI AGENG TIRTAYASA (1651-1675). Pada masa
pemerintahannya, kesultanan Banten mengalami kemajuan pesat. Beliau
memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda (VOC), dan menolak perjanjian monopoli. Oleh karena itu beliau menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional.
8. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABUN NAZAR ABDUL KAHAR AL MISRI (1675-1687).
9. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABU FADHL MOEHAMMAD YAHYA (1687 – 1690).
10. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ZAINUL ABIDIN AL MISRI (1690-1733).
11. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABUL FATAH MUHAMMAD SYAFEI ZAINUL ARIFIN AL MISRI (1733-1747).
12. SRI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABUN NASAR MOEHAMMAD ZAINUL ASIKIN AL
MISRI (1753-1776). Beliau beristrikan Kanjeng Ratu Sepuh, putri dari
Susuhunan Mataram bergelar Prince Kanjeng Gusti Pangeran Harya Puger
Susuhunan Paku Buwono I. Dengan adanya pertalian melalui pernikahan
tsb., maka pada dasarnya kekuasaan Kerajaan Maha Raja Sunda, Benua
Sunda, Sunda Nusantara mencakup wilayah kekuasaan dari Daratan Sunda
Malaka (Melayu dan Singapura) dan dari Jawa Barat sampai ke wilayah
Kendal, Banyumas, Jepara dan seluruh Jawa Tengah, Lampung, Bengkulu,
Siam, Siak, Indrapura, dan Indragiri (Pulau Sunda Besar Andalas) serta
Pulau Sunda Besar Borneo.
13. SRI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABUL MAFACHIR MOEHAMMAD ALI’OEDDIN AL
MISRI (1776-1810). Pada tanggal 4 Juli 1776 Amerika Serikat mendapat
kemerdekaannya dari Kanjeng Sultan Abul Mafachir Moehammad Alioeddin I,
bukan dari Kerajaan Inggris. Mundurnya Inggris bukan lantaran menangnya
tentara Amerika, tetapi karena desakan Sultan Alioeddin kepada
administratur benua Amerika yaitu Kerajaan Inggris dalam upaya Sultan
ingin menggembalikan pemerintahan Bangsa Malay-Indian (nama sebenarnya
Bangsa Indian). Bantuan Sultan Alioeddin kepada pemerintah Amerika
Serikat diawal berdirinya (4 Juli 1776) dengan memberikan pinjaman
keuangan/ koleteral (ribuan ton emas). Sultan Alioeddin juga merupakan
Raja pertama yang memberi pengakuan kepada George Washington (presiden
pertama AS), serta membuatkan gedung pemerintahan White House yg serupa
dibangun di Kebon Raja Bogor (Istana Bogor). Peristiwa ini menyulut
tragedi Banda.
14. SERI
BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ACHMAD AL MISRI (1802-1810-1811).
Berkedudukan di Istana Merdeka, Istana Cipanas, Istana Bogor, dan Istana
Serosowan Bantan. Dalam peperangan terbuka (10 Mei 1810) dapat menumpas
pasukan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Wiliem Daendeles. Dalam
peperangan itu ditaklukkan (10 Mei 1810-1811) Gubernur Jenderal HW
Daendeles beserta pasukannya menyerah tanpa syarat dan H.W Daendeles
dipenjarakannya.
Untuk merayakan kemenangannya, Sultan Achmad
mengundang sahabatnya sewaktu beliau belajar di Kerajaan Inggris, Thomas
Stamford Raffles (1810-1816), untuk berkunjung dan jalan-jalan ke pulau
Banda Maluku (Pulau Sunda Kecil). Beliau mengira bahwa kerajaan Inggris
adalah seteru dari kerajaan Perancis yang menjajah Belanda (H.W
Daendels ketika itu mewakili kerajaan Perancis). Namun T.S. Raffles
menghianati maksud baik Sultan Achmad, karena dia ternyata mengemban
misi rahasia dari raja Inggris, George IV yang dendam terhadap Sultan
Moehammad Alioedin I (ayah Sultan Achmad) yang telah memberi kemerdekaan
kepada Amerika Serikat, untuk menangkap Sultan Achmad dan membebaskan
H.W. Daendels, yang merupakan keluarga bangsawan De’Orange, sepupu
keluarga Buckingham.
Sultan Achmad yang ketika itu hanya dikawal sedikit
prajuritnya ditangkap oleh T.S. Raffles yang telah siap dengan
pasukannya di P. Banda, kemudian diikat dan ditinggalkan
begitu saja (tragedi P. Banda). Selanjutnya pemerintahan Sunda
Nusantara diambil alih dan pengambilan alihan itu meluas sampai Selat
Malaka-Singapura. Untuk melicinkan kepentingan politiknya, T.S. Raffles
menghilangkan bukti sejarah lainnya dengan menghancurkan Istana
Surosowan Banten. Kemudian pada tahun 1816, T.S. Raffles menyerahkan
pendudukan (Annexation) administratif kolonial di wilayah Sunda
Nusantara kepada Kerajaan Belanda (sahabat kerajaan Inggris) yang
diwakili oleh Herman William Daendels di Semarang.
Ribuan ton emas dijarah sejak saat itu, yg
digunakan untuk modernisasi England & pembangunan persemakmuran
negara jajahannya (Kanada, Australia, Singapura, Hongkong, Afrika
Selatan dst). Keluarga kerajaan-kerajaan di Nusantara dibantai dan
dirampok. Arsip (bukti-bukti) pemerintahan dimusnahkan dan diambil untuk
dihilangkan. Sebagian besar arsip yang menuliskan sejarah bumi dan
pemerintahan masih disimpan di Mahkamah Internasional di Den Haag dan
Universitas Leiden, Amsterdam. Inilah sebabnya Mahkamah Internasional
berada di Belanda, karena sejarah aset dunia tersimpan disana beserta
literatur pendukungnya.
Dari rangkaian peristiwa diatas (kasus Pulau Banda
dan Semarang), dimulailah proses manipulasi Sejarah Kebangsaan Bangsa
Sunda Nusantara dan pemalsuan sejarah dunia berlanjut terus sampai
diperkenalkannya nama “Indonesia” hingga saat ini.
15. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABDULAH AL MISRI. Berkedudukan di Istana Cipanas, Bogor. Wafat 1860.
16. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA PANGERAN GUNAWAN MARTAKUSUMAH AL MISRI.
17. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA PANGERAN ABDULLAH HALIM PRAWITA PURNAMA AL MISRI.
18. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA SULTAN ABUL MAFACHIR MOEHAMMAD HEROENINGRAT SILIWANGI AL MISRI. WAFAT DI BOGOR 12 NOVEMBER 1989.
19. SRI BADUGA BAGINDA MAHARAJA KANJENG GUSTI PANGERAN HADIPATI HARYA RACHMATULLAH HEROENINGRAT SILIWANGI AL MISRI II/ HIS IMPERIAL MAJESTY SERI PADUKA YANG MAHA MULYA BAGINDA MAHARAJA MAJESTY KAISER KANGJENG MAHA PAGUSTEN EMPEROR SULTAN AGUNG MAHA PRABU SYARIEF ABUL MAFACHIR MOEHAMMAD HEROENINGRAT SILIWANGI AL MISRI II. Lahir
di Jakarta 30 september 1963 (Legal Crown of THE Monarchies of the
Sovereign Emperor of the Sovereign Empire of Sunda-Sunda Maindland-The
Sunda-Archipelago or the Sunda-Nusantara-Pasific-a Greater part of the
Pasific-the Mountain-Pasific in the part of-the Pasific
Sunda-Malay-Asia-Minor. The Empire Parlementer was Manual Democratie,
Basically the Religons and Humanity.
PENUTUP
Pada tahun 1976, pemerintah Kerajaan Maha Raja
Sunda Nusantara mengajukan resolusi kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) dan Mahkamah Internasional (MI), yang menyampaikan penjelasan
eksistensi Kerajaan Maha Raja Sunda Nusantara. Selanjutnya PBB dan Dunia
Internasional ternyata masih mengakui keberadaan Kerajaan Maha Raja
Sunda Nusantara dan pemerintahan Kerajaan Maha Raja Sunda Nusantara
masih berlanjut. Pengakuan PBB dan Dunia Internasional tersebut
masing-masing tahun ; 1970, 1976, 1985, 1991, 1992, 1993, 1995, 2001. . .
. . dst 2005, 2006, 2007, dan sampai saat ini pun pengakuan Dunia
Internasional bukan hanya kepada wilayah territorial (Territorial
Integrity) milik Kerajaaan Maha Raja Sunda Nusantara tapi juga kepada
pemerintahan dan Bangsa Sunda Nusantara, yang sampai saat ini tampuk
Kekaisaran di pegang oleh Seri Baginda Abul Mafachir Moehammad
Heroeningrat Siliwangi Al – Misri II.
Keberadaan Al Misri II di jaman Order Baru sangat
di takuti keberadaannya. Kerena itu tidak heran jika beberapa anggota
keluarga Al Misri II pernah mendekap di sel karena di curigai akan
berbuat makar. Namun keberadaan mereka diakui dunia Internasional, maka
penahanannya tidak lebih dari 2 hari. Di tempat yang sama Al Misri II
melalui sekretaris pribadinya, menunjukkan CD (Corps Diplomatics).
Dengan kartu CD yang isinya Simbol, bendera, keterangan, cap kerajaan,
dan tanda tangan kaisar dapat dengan mudah dalam urusannya ke luar
negeri. Karenanya, kata beliau, CD telah diuji kebenarannya saat dirinya
membuat paspor Ke Brunei Darussalam. Diakuinya, hanya dalam waktu 3 jam
semuanya telah selesai. Hal itu tak lain dari pengakuan hukum-hukum
internasional yang mengakui keberadaan kekaisaran Sunda Nusantara.
Kesejahteraan seluruh bangsa rakyat Sunda Nusantara
didaratan Sunda Nusantara-Sunda Melayu sampai saat ini di simpan di 93
Negara dalam bentuk assat-asset :
• Collaterals in federal reserve certificate of the united states America
• Bound Guarantee Redland Merchant Bank of Switzerland
• Obligation certificate of deposit credit Swiss Bank International
• Certificate of Swiss Bank Corporation
• Obligation treasure Bound National Bank of England Bank de Netherlands City Bank New York and United Overseas Bank Singapore.
Selain itu asset-asset ini juga berbentuk logam
mulia, platinum, dan benda-benda berharga lainnya yang dikumpulkan oleh
Raja-raja di seluruh Sunda Nusantara di daratan Sunda Melayu Nusantara
Bangsa Sunda Nusantara di daratan Sunda Nusatara di kepulauan Sunda
Besar-Sunda Kecil, Di samping itu masih tersimpan uang sebesar 4000
triliun poundsterling yang tersimpan di Negara Inggris. Dapat
dibayangkan betapa besarnya asset-asset bangsa Sunda Nusantara yang
hingga saat ini masih tersimpan dan tersebar di luar negeri yang di
sebut the making of a super power dan Sunda Nusantara Dollar Trilion, milik pemerintah Negara Kerajaan Bangsa Sunda Nusantara.
- SEKIAN -
lengkap sekali infonya
BalasHapusmanfaat tepung tapioka untuk wajah
casino: new slots no deposit bonus codes
BalasHapusCasino.org has all the details about 이천 출장마사지 the new casinos to help you win your 경산 출장마사지 money. With the help of 창원 출장샵 the Casino Rewards Club, you will be able to 김해 출장마사지 try the 나주 출장샵 new