Prasasti Ciaruteun dkk (dan kawan-kawan) artinya
prasati Ciaruteun dan prasati sejenis pada masa Kerajaan Tarumanagara
menyatakan bahwa raja pada waktu itu bernama Purnawarman. Batu
prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran sungai Ci Aruteun, seratus
meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane, namun pada tahun
1981 prasasti diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini
ditandai sebagai peninggalan Kerajaan Tarumanagara, berhuruf Palawa dan bahasa Sanskerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:
“vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam”.
Terjemahannya menurut Vogel:
“Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak
kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur,
Purnawarman penguasa Tarumanagara”.
Selain tulisan, terdapat juga gambar sepasang "padatala"
(telapak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan. Ukiran bendera dan
sepasang lebah dengan jelas ditatahkan pada batu prasasti, terdapat juga
ukiran kepala gajah bermahkota teratai. Demikian pula tentang ukiran
sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang diperkirakan sebagai
lambang laba-laba, bisa juga matahari kembar atau kombinasi surya-candra
(matahari dan bulan), bisa juga campuran keduanya.
Baik. Kita akan urai satu-satu tentang ke semua simbol yang terdapat dalam batu prasasti tersebut.
PERTAMA, TENTANG SEPASANG LEBAH
Secara umum terdapat sifat-sifat lebah, seperti:
- Membangun. Lebah adalah salah satu arsitek besar dalam dunia serangga, membangun rumah bertingkat yang rumit dan kompleks yang dihuni oleh seluruh komunitas.
- Merawat atau memelihara sesama dan memberi makan larva sehari 30 kali (gak kurang gak lebih, pass....ckckckckk sungguh fantastis).
- Berkomunikasi. Melalui gerakan, suara, dan sikap tubuh, lebah dapat mengkomunikasikan informasi rumit tentang lokasi tanaman dan jenis bunga yang ditemukan.
- Menghitung. Lebah dapat menemukan kembali benda-benda dengan mengingat jumlah benda-benda mencolok di sepanjang perjalanan menuju tujuan yang diinginkan.
- Menari. Ketika lebah kembali ke sarangnya, dia akan melakukan tarian rumit untuk menyampaikan informasi lokasi dan arah dari penemuan baru kepada teman-temannya.
- Membedakan lebah lainnya. (padahal menurut kita sama semua, bingung bin heran!)
- Makan. Itu mah sudah pasti. Tapi ingat lebah makannya yang baik-baik, tidak sembarangan, gak jorok, dan makananya hanya berupa serbuk sari.
- Berkelahi. Bukan hanya sekedar berkelahi, tetapi juga dengan keganasan, fokus kecepatan, dan koordinasi peralatan perang mereka, sehingga membuat film-film silat yang diputar dengan lebih cepat sekalipun akan tampak lambat dan menyedihkan jika dibanding dengan kecepeatan menyerang para lebah.
- Terbang. Dengan memakai sistem navigasi sehingga mampu terbang berkerumun dengan koloninya, tanpa mengalami kesulitan akibat kerumunan itu.
- Mendengar. Sama halnya seperti manusia.
- Hidup dalam komunitas yang teratur dan berfungsi dengan selaras.
- Menentukan arah. Dalam sekala mini, lebah setara dengan pesawat terbang canggih masa sekarang. Bayangkan berusaha mendarat disebuah daun yang bergerak dalam tiupan angin yang kencang,.
- Memproduksi madu. Siapa pun pasti kenal fungsi madu yang teramat banyak bagi kesehatan.
- Mengatur suhu. Ketika sarang menjadi terlalu panas, sekelompok lebah akan bekerja secara harmoni untuk mengatur kembali suhu sebesar sepersepuluh derajat celsius, dengan menggunakan sayap-sayap mereka sebagai kipas angin raksasa, dan memasukan udara sejuk sampai sarang mencapai derajat suhu yang diinginkan (wuiihhhhhh ruarrrrrr bisaaaa!!!! Soalnya gak ada tukang pasang AC kalee hehehe).
- Mengingat. Mereka tidak akan bisa menghitung, mengkomunikasikan atau bertahan hidup jika mereka tidak mengingat.
- Reproduksi. Sistem reproduksi yang dimaksud adalah bahwa lebah terbagi menjadi tiga kelas; Ratu, pejantan dan pekerja. Ratu menghasilkan telur dan koloni, jantan melakukan perkawinan maksudnya dengan ratu pada musim semi dan panas.
- Melihat. Penglihatan lebah peka terhadap sinar ultraviolet.
- Berkerumun dalam formasi yang sangat rumit, tidak sekedar berkerumun, dibandingkan dengan skuadron pesawat tempur, masih hebatan formasi dan manuver mereka. Ohhhh berkerumun maksudnya saat terbang....manteppsss gak kalau gitu, hebat kan bisa gak tabrakan?
- Mencicip, membaui, mengecap dan meraba atau menyentuh.
KEDUA TENTANG TERATAI (TERATAI=PADMA)
Karena kerajaan Tarumanagara adalah kerajaan beragama Hindu,
maka bahasan tentang teratai akan dilakuan dalam kontek agama Hindu
juga, sumber materinya berasal dari kitab-kitab Upanisad. Kitab-kitab
itu kurang lebih menyatakan bahwa dalam agama Hindu ada banyak sekali
media yang digunakan sebagai sarana untuk memuja Sang Pencipta, salah
satunya adalah Padmasana, Di Padmasanalah Sang Pencipta itu disthanakan.
Kata Padmasana berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari
kata Padma yang artinya teratai dan Asana artinya sikap duduk atau
tempat duduk. Jadi Padmasana berarti tempat duduk yang berbentuk
teratai. Oleh sebab itu pelinggih (Bangunan Pura) yang paling utama
disebut Padmasana. Bangunan ini pada bagian bawahnya berbentuk kembang
teratai, di atas kembang teratai inilah bangunan Padmasana didirikan.
Bunga teratai itu simbol dari tempat duduk atau berdirinya dewa-dewa.
Mengapa dipilih bunga teratai? Karena bunga teratai mempunyai kelainan
dengan bunga-bunga pada umumnya. Di antaranya sebagai berikut:
- Bunga teratai akar dan pangkalnya tumbuh di dalam lumpur, batangnya berada di air dan bunganya berada di atas air. Dengan demikian bunga teratai hidup di tiga alam yaitu alam lumpur, air, dan udara. Di dalam, ajaran agama Hindu Hyang Widhi disebutkan bertahta di atas tiga alam ini, sebagai penguasa Tri Bhuwana yaitu alam Bhur, Bwah, dan Swah. Hidup bunga teratai di dalam tiga alam inilah yang diidentikkan dengan Bhur, Bwah, dan Swah sehingga bunga teratai bisa dianggap simbol Tri Bhuwana.
- Bunga teratai walaupun hidup di lumpur yang busuk dan hidup di air tetap berbau harum dan tidak basah oleh air. Sebab itu maka bunga teratai dianggap sebagai lambang kesucian, bebas dari ketidakterikatan.
- Bunga teratai mempunyai tangkai bunga yang lurus dan pangkal yang berada dalam lumpur sampai ke sari bunganya yang berada di atas air. Sesuatu yang lurus itu biasanya dipakai sebagai simbol yang baik.
- Meskipun bunga daun (kelopak daun) bunga teratai itu lebih dari delapan kelopak, tetapi di dalam mythologi selalu dilukiskan bahwa daun kelopak bunga teratai itu berjumlah delapan, dengan tepung sari di tengah sebagai simbol Hyang Widhi yang menguasai seluruh penjuru mata angin.
KETIGA TENTANG LABA-LABA (JARING LABA-LABA)
Laba-laba cenderung membangun jaringnya, yang
demikian berharga baginya, di tempat yang sunyi. Alasannya adalah untuk
menghindari kerusakan oleh binatang-binatang atau oleh kondisi-kondisi
alam. Laba-laba telah menggunakan model-model ini di seluruh dunia sejak
pertama kali mereka muncul. Laba-laba, seperti mahluk hidup lainnya,
berbuat hanya berdasarkan inspirasi dan tuntutan situasi yang ada dan
sebagai cara untuk bertahan hidup. Belajar dari sifat dan kehidupan
laba-laba, Inilah merupakan fitrah setiap mahluk hidup yang dianugrahkan
Tuhan segala kelebihan dan kekurangannya sesuai dengan kondisi
kehidupan yang dihadapainya.
Mengenai kekuatan jaring laba-laba Tempo.Co, Boston mengungkapkan
bahwa para ilmuwan di Amerika Serikat berhasil menemukan jawaban
mengapa jaring laba-laba mampu menahan kekuatan besar. Mereka mengklaim
temuan ini dapat digunakan untuk membantu merancang bahan berkekuatan
super generasi baru. Menurut para ilmuwan, kekuatan luar biasa jaring
laba-laba tidak hanya disebabkan bahan baku benang sutra yang memang
alot, tapi juga desain rumit jaring itu sendiri. Markus Buehler dari
Massachusetts Institute of Technology di Boston mengatakan, kekuatan
sesungguhnya dari jaring laba-laba tidak terletak pada benang sutra
penyusunnya. "Tapi pada perubahan sifat mekanis ketika ada yang mengenai
jaring itu," ujar dia. Struktur kompleks jaring berperan penting.
Ketika salah satu untaian benang putus atau rusak, misalnya, kekuatan
keseluruhan jaring laba-laba justru semakin meningkat. Menurut Buehler,
pembuatan jaring menyita sebagian besar energi laba-laba sehingga hewan
itu butuh desain yang mencegah perbaikan besar ketika jaring rusak.
Para ilmuwan juga menemukan benang sutra pada jaring laba-laba memiliki
kemampuan untuk menjadi lunak atau kaku, tergantung seberapa besar beban
yang mengenainya. "Ini tidak seperti serat alami atau buatan manusia
lainnya," kata Buehler lagi.
Para ilmuwan membandingkan benang sutra laba-laba
dengan tiga bahan lain sebagai pembuat jaring. Ternyata, sutra laba-laba
enam kali lebih tahan terhadap kerusakan ketika tertimpa ranting jatuh
atau angin kencang. Begitu pula ketika diberi beban tambahan. Hanya satu
jalinan benang sutra laba-laba yang rusak. Dengan kerusakan minim itu,
laba-laba hanya perlu melakukan perbaikan kecil pada jaringnya setiap
ada kerusakan daripada membuat jaring baru. Yang juga mengejutkan,
ketika para peneliti mengurangi beban hingga 10 persen dari berbagai
titik pada jaring laba-laba, jaring tersebut malah 10 persen lebih kuat.
Menurut penelitian ini, benang sutra laba-laba lima kali lebih kuat
daripada benang serupa yang terbuat dari baja.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan dalam Jurnal
Nature, Jumat, 3 Februari 2012, ini menemukan, jaring laba-laba
mengandung dua jenis benang sutra. Jenis pertama adalah benang sutra
kaku dan kering yang merentang seperti jari-jari dari titik pusat ke
tepian jaring. Jenis kedua adalah benang sutra yang lebih tipis dan
lengket, disebut "sutra lengket". Benang jenis kedua ini disusun
melingkar, menempel pada jari-jari sutra kering. Sutra lengket juga
berguna untuk menjebak mangsa yang menyangkut di jaring laba-laba itu.
Selain kuat, benang-benang yang membentuk jaring
laba-laba juga elastik. Namun tingkat elastisitasnya pada masing-masing
daerah berbeda. Elastisitas ini penting untuk alasan-alasan berikut ini:
- Jika tingkat elastisitasnya lebih rendah dari yang diperlukan, serangga yang terbang menuju jaring akan terpental balik seperti menubruk sebuah pegas yang keras.
- Jika tingkat elastisitasnya lebih tinggi dari yang diperlukan, serangga akan memolorkan jaring, benang-benang lengket akan menempel satu sama lain dan jaring tersebut akan kehilangan bentuknya.
- Pengaruh angin telah masuk dalam perhitungan elastisitas benang. Jadi, jaring yang teregang oleh angin dapat kembali ke bentuk semula.
- Tingkat elastisitas juga sangat berhubungan dengan benda yang melekat pada jaring. Sebagai contoh, jika jaring melekat pada tumbuhan, elastisitasnya harus mampu menyerap setiap gerakan yang disebabkan tumbuhan tersebut.
- Benang-benang penangkap yang terjalin berbentuk spiral letaknya saling berdekatan satu dengan lainnya. Ayunan kecilpun dapat saling melekatkan satu dengan lainnya, dan menyebabkan celah-celah pada medan perangkap. Itulah sebabnya benang-benang penangkap yang lengket dan berelastisitas tinggi ini terletak di atas benang-benang kering yang berelastisitas rendah. Ini untuk mencegah potensi terbentuknya celah untuk lolos.
Seperti telah kita lihat, pada setiap segi jaring
dapat kita lihat suatu keajaiban struktural dan ini yang menciptakan
sifat redam-kejut pada jaringnya.
ANALISA SIMBOL LEBAH, TERATAI DAN LABA-LABA
Pertama tentang lebah. Coba pembaca resapi,
renungkan dan pikirkan dari uraian tentang lebah. Seandainya simbol
sepasang lebah itu bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerajaan Tarumanagara, artinya
Kerajaan Tarumanagara sudah mengalami peradaban begitu maju luar biasa.
Sempurna sebagai sebuah bangsa dan negara dalam tata dan aturan yang
mereka miliki serta konsep kehidupam semua elemen didalamnya. Tidak
termasuk katagori peradaban terbelakang, kuno atau bahkan purba malah
sangat maju. Mereka sudah mampu menerapkan sistem kehidupan normal yang
hampir sama dengan kehidupan kita sekarang, bahkan kalau benar-benar
sifat kehidupan itu sesuai dengan sifat lebah diatas secara faktual dan
nilai, mereka jauh beradab dari kita sekarang. Nilai-nilai disini
maksudnya tidak dipengaruhi dan bukan berbicara masalah teknologi.
Wajar seandainya Kerajaan Tarumanagara menjadi
idola, contoh, dan sumber inspirasi bangsa-bangsa lain. Disegani,
ditakuti atau bahkan dijadikan induk bagi kerajaan-kerajaan yang
lainnya. Mempunyai tingkat kehidupan sosial dan budaya yang sudah sangat
teratur dan tersusun sistematis. Biasanya bangsa seperti ini adalah
bangsa yang besar, dihargai dan disegani pada masanya. Lihat kembali
poin-poin tentang lebah. Penulis merasa relevansinya tidak perlu dijabarkan atau dijelaskan lagi, penulis yakin pembaca bisa memaknainya secara sempurna.
Kedua tentang Teratai. Ini merupakan simbolisasi
dari nilai-nilai spiritual, religius, yang berkembang dalam kehidupan
berkenegaraan di Kerajaan Tarumanagara. Memberikan tanda atau informasi
kepada kita bahwa masyarakat Tarumanagara sebagian besar masyarakatnya
yang sudah memiliki kepercayaan kepada Sang Pencipta atau beragama, dan
bukan animisme atau dinamisme. Bukankah agama berasal dari
bahasa sansekerta? “a” berarti tidak, “gama” berarti kacau. Karena
digabung jadi pengertian agama mengadung arti kata “tidak kacau” artinya
orang beragama adalah orang yang hidupnya tidak kacau. Masyarakat
beragama adalah masyarakat yang tidak kacau, masyarakat yang sudah patuh
dan taat terhadap aturan yang diajarkan dan dibimbing oleh nilai-nilai
kepercayaannya yang dianut, ada pola keteraturan dalam bermasyarakat
dalam hal ini. Jelas sudah! Bahwa Kerajaan Tarumanagara adalah kerajaaan
yang beragama, kerajaan yang hidup berdasarkan nilai-nilai kepercayaan
yang meraka jalankan. Inilah yang menjadi ciri bahwa Kerajaan
Tarumnagara sudah mempunyai peradaban yang tinggi.
Ketiga tentang laba-laba. Penulis memaknai uraian
tentang laba-laba diatas yaitu bahwa Tarumanagara sebagai sebuah negara
atau kerajaan yang sudah terbentuk menjadi sebuah bangsa yang berdaulat,
tentunya untuk mempertahankan kedaulatanya perlu sistem pertahanan
negara yang kuat seandainya ingin tetap disebut sebagai sebuah negara.
Tanpa itu, dalam waktu cepat Tarumanagara akan wassalam, tamat! Jangan
harap bisa terus berdiri. Simbolisasi laba-laba yang mau disampaikan
adalah sebuah simbol yang berisikan nilai filosofis terhadap pertahanan
negara yang menggunakan sistem jaring laba-laba. Sistem pertahanan
negara yang mempunyai sifat elastis, fleksibel, kuat dan bisa mematikan
serta daya tahan luar biasa bahkan nilai-nilai sportif pun ada alias
fair play atau kesatria, juga kelihatan dalam hal ini simbol jaring
laba-laba digabung dengan sifat lebah, alhasil akan memenuhi sekali
kriteria “art of war”.
Sungguh kerajaan Tarumanagara mempunyai konsep
filosofi yang sangat luar biasa untuk sistem pertahanan negaranya.
Apakah saat sekarang masih relavan? Konsep ini kelihatanya berlaku
sepanjang masa. Ini adalah warisan dari peradaban jaman dahulu kala, ini
pun jika kita mampu memaknainya, teramat berharga nilai-nilai yang
diwarisankan kepada kita, walau dalam bentuk simbol, kewajiban kitalah
untuk menggali dan mendalaminya.
(Bersambung)
bagus sekali kak infonya
BalasHapuscara membuat tepung kedelai